Dunia kini sudah bertransformasi menjadi serba digital. Untuk
mendapatkan perkembangan informasi dan berita-berita terupdate, sebagaian besar
orang sudah beralih ke media elektronik daripada media cetak.
Bagi siapapun
yang aktif menggunakan media sosial sebagai sarana komunikasi atau sekedar
ruang untuk sebuah eksistensi, tak jarang kita menemukan berbagai fenomena yang
mengajak kita untuk ikut bereaksi.
Aktivitas scroll
up scroll down hampir menjadi rutinitas sehari-hari yang sangat
mudah menyebabkan kita terseret derasnya arus informasi. Mulai dari postingan
status-status tanpa arti, gambar-gambar islami yang memotivasi, maraknya
akun-akun promosi, berita hoax yang bikin frustasi, hingga tulisan-tulisan yang
membangun opini.
Dari media
sosial, banyak sekali pengetahuan-pengetahuan baru dapat kita peroleh. Mulai
dari berita teramat tidak penting Saipul Jamil masuk penjara,
hingga LGBT yang menyangkut martabat Negara.
Perlu disadari, bahwa berbagai informasi yang kita dapatkan
di media sosial, tidak semuanya penting untuk kita ketahui. Ada informasi
yang sifatnya memang must to know dan hanya nice to
know. Sistem filter terhadap informasi yang kita terima harus bekerja
semaksilmal mungkin agar terhindar dari pengaruh negatif
media sosial.
Dalam tulisan
ini, saya ingin menyampaikan sedikit kesoktahuan saya tentang bagaimana
menjadi pengguna media sosial yang bahagia. Bagi saya, walaupun sekedar
dijadikan sebagai hiburan semata, namun penting untuk mengelola media
sosial yang kita miliki secara bijak agar kita tidak turut serta menjadi
korban dari efek negatifnya.
Pertama, apapun jenis platform media sosial yang kita gunakan,
kecerdasan dalam menentukan siapa saja akun yang menjadi teman atau
following adalah hal yang paling penting. Tab Home/Timeline akan
menjadi bagian yang paling sering diakses saat berselancar ke dunia
maya, sehingga memilih orang/akun yang tepat sebagai teman/following di media
sosial akan menciptakan ruang bersosialisasi yang informatif,
komunikatif, dan lebih positif.
Kedua, jangan
mudah percaya dan mengamini setiap informasi yang diterima. Banyak sekali
informasi adu domba ataupun hoax disebarkan oleh oknum-oknum
provokatif dan clicking monkeys. Seorang pengguna media sosial
harus mampu mengendalikan diri agar tidak menjadi bagain dari target
operasi penjahat bersenjata jari ini, dan harus menjadi komunikan yang kritis
dengan mengklarifikasi setiap informasi yang diterima agar tidak mudah ditipu
dan tidak ikut-ikutan menyebarluaskan informasi yang menyesatkan.
Ketiga, ini adalah tentang sikap. Selain berupaya untuk terhindar dari
pengaruh buruk sosial, seorang pengguna media sosial juga perlu mengkondisikan
diri untuk menjadi warga dunia maya yang baik. Menjaga sikap bukanlah soal
pencitraan, karena berakhlak baik dianjurkan tidak hanya untuk diterapkan di
dunia nyata melainkan dalam setiap sendi-sendi kehidupan. Seorang pengguna
media sosial harus tetap menjaga sikap meskipun aktivitasnya sebatas update
post dan reply comment.
Sikap menjadi hal penting yang perlu diperhatikan karena sering sekali
kita menemukan orang-orang kebablasan berekspresi di media sosial. Terlepas
dari siapa yang paling pintar dan siapa yang paling sombong, hanya karena tidak
saling bertatap muka, pemilihan kata-kata dalam menyampaikan argumen di media
sosial kerap tidak diperhatikan dan cenderung disepelekan, sehingga cyber
harrasment, cyber bullying dan cyber crime terjadi
hampir setiap saat di berbagai sudut kota hingga pelosok nusantara.
Terakhir, kurangi tingkat ke-baper-an serta kebiasaan berburuk sangka.
Poin ini tidak dikhususkan untuk dunia maya saja namun juga dalam kehidupan
sehari-hari. Dari beberapa kejadian yang saya amati, baper dan negative
thinking adalah sebuah siklus asal muasal dari masalah perang komen
alias tubir yang sering kita temui di media sosial.
Kenapa bisa? Ya itu tadi, karena bentuk tulisan dan postingan yang
bertebaran di media sosial itu multitafsir tergantung siapa yang membaca dan
melihat, sehingga sangat mudah menyebabkan orang baper dan negative
thinking. Orang baperan
dan negative thinking itu seharusnya tidak layak jadi pengguna
media sosial! (siape elu Rii??)
Perlu disadari
bahwa seburuk-buruknya seseorang dan sebenci-bencinya kita terhadap orang itu,
pasti ada setitik kebaikan dalam dirinya yang tidak kita ketahui. Tanpa ada
usaha untuk berpikir positif terhadap hal yang memang buruk sekalipun, semangat
untuk menciptakan perbaikan takkan pernah bisa kita lakukan. *sebuah
paragraf kurang nyambung tp gpp*
Tidak jarang
kita melihati seseorang dalam kondisi tidak baik alias galau mengekspresikan
pikiran dan perasaanya lewat postingan-postingan yang sebenarnya hanya
memperlihatkan kelemahan dirinya.
Tidak jarang
kita melihat seseorang yang gemar mencari kesalahan orang lain melakukan aksi
saling sindir menyindir yang sebenarnya hanya memperlihatkan betapa buruk
kualitas berpikirnya.
Dan tidak jarang
pula kita melihat sebuah tulisan panjang nan lebar yang kebermanfaatnya
masih diragukan seperti dihadapan anda saat ini.
Mungkin ini
adalah bentuk ekspresi kegalauan si mbak yang nulis. Mohon dimaafkan
jika yang membaca kurang berkenan. Saya Cuma pengen bilang, dalam
bersosial media tidak diharuskan menjadi pengguna yang selalu
tampil menebar kebaikan dan berbagi inspirasi, itu terlalu idealis. Cukup
dengan mengendalikan jari saja untuk tidak saling menyakiti.
Jangan baper!