Jumat, 25 November 2016

Wahai Netyjen!

Dunia kini sudah bertransformasi menjadi serba digital. Untuk mendapatkan perkembangan informasi dan berita-berita terupdate, sebagaian besar orang sudah beralih ke media elektronik daripada media cetak.

Bagi siapapun yang aktif menggunakan media sosial sebagai sarana komunikasi atau sekedar ruang untuk sebuah eksistensi, tak jarang kita menemukan berbagai fenomena yang mengajak kita untuk ikut bereaksi.

Aktivitas scroll up scroll down  hampir menjadi rutinitas  sehari-hari yang sangat mudah menyebabkan kita terseret derasnya arus informasi. Mulai dari postingan status-status tanpa arti, gambar-gambar islami yang memotivasi, maraknya akun-akun promosi, berita hoax yang bikin frustasi, hingga tulisan-tulisan yang membangun opini.

Dari media sosial, banyak sekali pengetahuan-pengetahuan baru dapat kita peroleh. Mulai dari berita  teramat tidak penting  Saipul Jamil masuk penjara, hingga LGBT yang menyangkut martabat Negara.

Perlu disadari,  bahwa berbagai  informasi yang kita dapatkan di media sosial, tidak semuanya penting untuk kita ketahui.  Ada informasi yang sifatnya memang must to know dan hanya nice to know. Sistem filter terhadap informasi yang kita terima harus bekerja semaksilmal mungkin agar terhindar dari pengaruh negatif media sosial.

Dalam tulisan ini, saya ingin menyampaikan sedikit kesoktahuan saya tentang bagaimana  menjadi pengguna media sosial yang bahagia. Bagi saya, walaupun sekedar dijadikan sebagai hiburan semata, namun  penting untuk mengelola media sosial yang  kita miliki secara bijak agar kita tidak turut serta menjadi korban dari efek negatifnya.

Pertama, apapun jenis platform media sosial yang kita gunakan, kecerdasan dalam menentukan siapa saja akun yang menjadi teman atau following adalah hal yang paling penting. Tab Home/Timeline akan menjadi bagian yang paling sering diakses saat berselancar ke dunia maya, sehingga memilih orang/akun yang tepat sebagai teman/following di media sosial akan menciptakan ruang bersosialisasi yang  informatif, komunikatif, dan lebih positif.

Kedua, jangan mudah percaya dan mengamini setiap informasi yang diterima. Banyak sekali informasi adu domba ataupun hoax disebarkan oleh oknum-oknum provokatif dan clicking monkeys. Seorang pengguna media sosial harus mampu mengendalikan diri agar tidak  menjadi bagain dari target operasi penjahat bersenjata jari ini, dan harus menjadi komunikan yang kritis dengan mengklarifikasi setiap informasi yang diterima agar tidak mudah ditipu dan tidak ikut-ikutan menyebarluaskan informasi yang menyesatkan.

Ketiga, ini adalah tentang sikap. Selain berupaya untuk terhindar dari pengaruh buruk sosial, seorang pengguna media sosial juga perlu mengkondisikan diri untuk menjadi warga dunia maya yang baik. Menjaga sikap bukanlah soal pencitraan, karena berakhlak baik dianjurkan tidak hanya untuk diterapkan di dunia nyata melainkan dalam setiap sendi-sendi kehidupan. Seorang pengguna media sosial harus tetap menjaga sikap meskipun aktivitasnya sebatas update post dan reply comment.

Sikap menjadi hal penting yang perlu diperhatikan karena sering sekali kita menemukan orang-orang kebablasan berekspresi di media sosial. Terlepas dari siapa yang paling pintar dan siapa yang paling sombong, hanya karena tidak saling bertatap muka, pemilihan kata-kata dalam menyampaikan argumen di media sosial kerap tidak diperhatikan dan cenderung disepelekan, sehingga cyber harrasment, cyber bullying dan cyber crime terjadi  hampir setiap saat di berbagai sudut kota hingga pelosok nusantara.

Terakhir, kurangi tingkat ke-baper-an serta kebiasaan berburuk sangka. Poin ini tidak dikhususkan untuk dunia maya saja namun juga dalam kehidupan sehari-hari. Dari beberapa kejadian yang saya amati, baper dan negative thinking adalah sebuah siklus asal muasal dari masalah perang komen alias tubir yang sering kita temui di media sosial. 

Kenapa bisa? Ya itu tadi, karena bentuk tulisan dan postingan yang bertebaran di media sosial itu multitafsir tergantung siapa yang membaca dan melihat, sehingga sangat mudah menyebabkan orang baper dan negative thinking. Orang baperan dan negative thinking itu seharusnya tidak layak jadi pengguna media sosial! (siape elu Rii??)

Perlu disadari bahwa seburuk-buruknya seseorang dan sebenci-bencinya kita terhadap orang itu, pasti ada setitik kebaikan dalam dirinya yang tidak kita ketahui. Tanpa ada usaha untuk berpikir positif terhadap hal yang memang buruk sekalipun, semangat untuk menciptakan perbaikan takkan pernah  bisa kita lakukan. *sebuah paragraf kurang nyambung tp gpp*

Tidak jarang kita melihati seseorang dalam kondisi tidak baik alias galau mengekspresikan pikiran dan perasaanya lewat postingan-postingan yang sebenarnya hanya memperlihatkan kelemahan dirinya.
Tidak jarang kita melihat seseorang yang gemar mencari kesalahan orang lain melakukan aksi saling sindir menyindir yang sebenarnya hanya memperlihatkan betapa buruk kualitas berpikirnya.
Dan tidak jarang pula  kita melihat sebuah tulisan panjang nan lebar yang kebermanfaatnya masih diragukan seperti dihadapan anda saat ini.

Mungkin ini adalah bentuk  ekspresi kegalauan si mbak yang nulis. Mohon dimaafkan jika yang membaca kurang berkenan. Saya Cuma pengen bilang, dalam bersosial  media  tidak diharuskan menjadi pengguna yang selalu tampil menebar kebaikan dan berbagi inspirasi, itu terlalu idealis. Cukup dengan mengendalikan jari saja untuk tidak saling menyakiti.
Jangan baper!


April 2016. Di suatu sudut kota Malang