Sore ini, ditemani sebotol
minuman probiotik dan beribu-ribu rasa syukur karena akhirnya laptop kesayangan Raisa bisa
terkonek wifi asrama, saya akhirnya bisa mengunjungi blog yang dari tahun 2014 silam saya PHPin bakalan diperhatikan dan akan sering saya
berikan supply tulisan ini. Untung aja blog ini nggak sebaper akhi-akhi yang akhirnya memilih menikah dengan akhwat
lain karena saya cuekin. *sok
diincer cuiiih
Oke, kita ganti topik. Saat saya
melakukan aktivitas ketik mengetik di sini, di platform yang berbeda sedang
sangat ramai pembicaraan tentang reklamasi teluk Jakarta. Saya sebagai
mahasiswi tua yang tak kunjung wisuda tentu nggak mau ketinggalan dong demi
terlihat keren dan up to date kondisi
Indonesia terkini. *istighfar Riii*
Sebenarnya bukan pada update
nggak update terhadap isu terbaru, hanya saja karena tiap kali melakukan segala
aktivitas keluar kamar, saya selalu lewatin TV yang hampir selalu menayangkan
perihal kasus tersebut. Dan karena menyadari posisi saya sebagai golongan yang
menurut bapak proklamator adalah 1 di antara 10 orang yang dapat mengguncang
dunia, maka saya merasa penting untuk mempelajari dan mengkaji tentang isu
reklamasi ini dengan kemampuan seadanya.
Ya syukur-syukur barangkali dari otak yang kemampuannya pas-pasan ini Allah memberikan sebuah gagasan yang dapat memberikan kebermanfaatan. (Aamiin)
Lagian nggak ada yang salah juga dengan keinginan untuk memahami isu reklamasi yang selama ini kerap dijadikan lahan mengais pundi-pundi rupiah oleh penjahat korporasi dan sekutunya meskipun saya bukan seorang ahli kan?
Ya syukur-syukur barangkali dari otak yang kemampuannya pas-pasan ini Allah memberikan sebuah gagasan yang dapat memberikan kebermanfaatan. (Aamiin)
Lagian nggak ada yang salah juga dengan keinginan untuk memahami isu reklamasi yang selama ini kerap dijadikan lahan mengais pundi-pundi rupiah oleh penjahat korporasi dan sekutunya meskipun saya bukan seorang ahli kan?
Dari beberapa referensi yang saya
baca, terkhusus kasus reklamasi pantai teluk Jakarta, ternyata masalah ini
sudah ada sejak April 2007 silam dan sudah mendapatkan perlawanan dari KNTI pada saat itu karena dinilai tidak dilandasi
kajian akademis yang akurat serta dinilai berdampak buruk bagi lingkungan dan masyarakat
yang hidup disana.
Tapi kok baru rame sekarang? Apa mungkin karena emang saya aja yang dalam rentan waktu tersebut masih se-apatis itu, atau karena saat ini kita hidup di era teknologi yang memudahkan seluruh akses informasi jadinya orang-orang lebih huebooh, ataukah karena kondisi Jakarta yang sedang berada dalam lingkaran merah sebagai daerah yang menuju perhelatan sengit politik kontestasi Pilgub 2017 mendatang?
Entahlah itu bukan inti dari tulisan ini. Yang menjadi perhatian saya kali ini adalah perkara gusur sana gusur sini oleh para satpol PP itu.
Tapi kok baru rame sekarang? Apa mungkin karena emang saya aja yang dalam rentan waktu tersebut masih se-apatis itu, atau karena saat ini kita hidup di era teknologi yang memudahkan seluruh akses informasi jadinya orang-orang lebih huebooh, ataukah karena kondisi Jakarta yang sedang berada dalam lingkaran merah sebagai daerah yang menuju perhelatan sengit politik kontestasi Pilgub 2017 mendatang?
Entahlah itu bukan inti dari tulisan ini. Yang menjadi perhatian saya kali ini adalah perkara gusur sana gusur sini oleh para satpol PP itu.
Hal yang terbesit di pikiran saya ketika membayangkan proyek
reklamasi teluk Jakarta ini adalah, akan ada sekian ribu orang yang kehilangan
tempat tinggal, mata pencaharian, dan sumber segala sumber dalam menjalani roda kehidupan.
Ah, kok tega sekali sih para sekutu kapitalisme itu. Sebagai bagian dari kaum menengah kebawah yang beruntung bisa mengenyam pendidikan tinggi di PTN yang sumber pembiayaannya juga adalah dari rakyat, hati saya bergejolak bukan main.
Sudah sedemikian mengenaskan kah hidup di Indonesia yang katanya Negara gemah ripah loh jinawi ini?
Ah, kok tega sekali sih para sekutu kapitalisme itu. Sebagai bagian dari kaum menengah kebawah yang beruntung bisa mengenyam pendidikan tinggi di PTN yang sumber pembiayaannya juga adalah dari rakyat, hati saya bergejolak bukan main.
Sudah sedemikian mengenaskan kah hidup di Indonesia yang katanya Negara gemah ripah loh jinawi ini?
Saya tidak ingin menyalahkan
pemerintah. Apalah saya ini mahasiswi tak kunjung wisuda menyalah-nyalahkan
pemerintah yang sudah banyak salah itu (?)
Hanya saja, dengan segala hormat dan penuh
sayang, kepada yang terkasih Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan pemilik
modal. Tolong, jangan jadikan Indonesia
sebagai negeri yang tidak ramah orang miskin.
Kalau memang sudah sebegitu susahnya mengatasi masalah kemiskinan di negara ini, setidaknya tolonglah untuk tidak semakin memiskinkan orang miskin, dan mengkayakan yang kaya. Bagaimana kira-kira perasaan bapak ibu yang terkasih ketikan melihat realita masyarakat yang menjadi korban gusur sana gusur sini itu?
Kalau tak ada rasa iba sedikitpun, coba diperiksa dada bapak ibu sekalian, barangkali hatinya sudah tidak ada..
Kalau memang sudah sebegitu susahnya mengatasi masalah kemiskinan di negara ini, setidaknya tolonglah untuk tidak semakin memiskinkan orang miskin, dan mengkayakan yang kaya. Bagaimana kira-kira perasaan bapak ibu yang terkasih ketikan melihat realita masyarakat yang menjadi korban gusur sana gusur sini itu?
Kalau tak ada rasa iba sedikitpun, coba diperiksa dada bapak ibu sekalian, barangkali hatinya sudah tidak ada..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar